Ketika Semua Hanyalah Mimpi

setiap hati punya cerita dan hatiku selalu ingin bercerita
pada jeda cerita tentang mimpinyapada persimpangan rindu dan kenanganjika engkau berkenan untuk mampirmaka akan kau temui namamu di sana
hatiku tak minta didengaria hanya ingin terus bercerita
dan menyimpan cerita.

Sudut Gelap Sudut Kota

Orang tuaku memberiku nama Tugimin. Hari ini malam minggu. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Warung kopiku semakin ramai saja. Semua tipe manusia malam hadir malam ini. Beberapa para pria kesepian sedang duduk menyeruput kopi. Para pekerja seks komersial sedang duduk melirik ke sana ke mari. Duduk pula para manusia transeksual sedang sibuk mencari kencan. Ada pula beberapa anak muda kos-kosan berkerumun di salah satu sudut. Mungkin mereka mencari sesuatu di tempat ini.


Warungku memang warung malam. Tempat berkumpulnya para manusia malam. Warungku sudah buka sejak pukul delapan malam. Di warungku tersedia aneka penganan dan kopi hangat untuk sekedar menolong mereka para manusia malam, yang masih sering terlihat berkeliaran di tengah malam. Sebuah tempat untuk melepas lelah bagi mereka yang bingung dan bimbang setelah capai berkeliaran. Warung sederhana milikku hadir di sini di suatu sudut gelap kota ini.Warung kopiku cukup ramai oleh para pengunjung. Warung sederhana ini adalah sumber kehidupanku. Aku hanyalah rakyat kecil tanpa daya. Berusaha menapaki kehidupan dengan berjualan kopi dan penganan. Bukan maksudku menjual maksiat. Namun apalah daya diriku kalau warungku menjadi tempat berkumpulnya para manusia malam. Bukan salahku bila sebagian besar pelangganku adalah para manusia malam. Manusia malam adalah juga manusia. Para manusia kesepian yang butuh sedikit penghargaan, dan bukannya cercaan atau bahkan penghakiman. Di sini mereka bebas bercerita tentang segala kedukaan, segala kebimbangan, dan juga segala keputusasaan. Di sini mereka tidak akan mendengar cercaan dan kemunafikan. Di sini tidak ada lagi penghakiman. Semua menjadi diri sendiri. Di warungku mereka semua para mendapat penghargaan sebagai manusia seutuhnya, yang juga butuh dihargai, diperlakukan setara, tanpa cibiran, tanpa cercaan.Di sini semua adalah teman. Teman-teman kehidupan yang berbagi suka duka. Semua bebas menjadi diri sendiri, melepas semua topeng kepura-puraan, karena pada dasarnya mereka semua merasakan perihnya kedukaan dan beratnya kehidupan. Tidak perlu lagi semua topeng itu. Tidak perlu lagi ada perasaan malu dan takut. Semua berbagi cerita kehidupan, di sini, di warung malam, warung kopi dan penganan. Semua orang merasakan kehangatan akan sebuah persahabatan dan penghargaan bagi kemanusiaan. Semua orang butuh kasih sayang dan percakapan untuk sekedar mengurangi beratnya beban kehidupan, kedukaan maupun keputusasaan. Semua berkumpul di warung malam milikku yang sederhana yang memancarkan secercah kerlap-kerlip cahaya di tengah gelapnya malam. Suatu sudut gelap kehidupan yang mungkin jauh dari jangkauan, sebuah sudut yang terbuang dan jangan sampai terlupakan, hanya karena mereka hidup tersia-siakan. Warung malamku adalah warung kopi kehidupan. Warung kopi yang tetap buka hingga tengah malam dan menjadi saksi geliat malam sebuah kota dengan ribuan cerita duka kehidupan.Para pelanggan warung kopiku begitu banyak. Ada yang bernama Warti, seorang wanita pekerja seks komersial. Dandanannya sederhana, parfumnya semerbak mewangi dengan aroma murahan. Wanita itu sering merokok, untuk melepas stres, katanya. Warti sudah bertahun-tahun menekuni profesi kelamnya sebagai pekerja seks kelas bawah. Namun pernah ia mendapat pelanggan tetap yang berasal dari kalangan atas. Pria tua itu memberikan uang yang cukup banyak padanya untuk sekali kencan. Pria tua kesepian itu membutuhkan sentuhan kasih sayang dan penghargaan, suatu hal yang sudah lama tidak didapatnya dari istrinya yang mata duitan dan tukang belanja. Pria tua itu merindukan sosok wanita sederhana tanpa tuntutan yang macam-macam. Mungkin itulah sebabnya pria tua kaya itu mencari wanita seperti Warti yang sederhana dan tanpa banyak tanya. Konon pria tua kaya itu adalah seorang pejabat tinggi. Entah benar atau tidak, Warti tidak peduli. Baginya yang penting ia bisa makan hari ini dari uang imbalan yang diberikan oleh pria tua itu. Pelanggan Warti yang lain konon ada yang berprofesi sebagai seorang tentara. Pria muda tegap itu konon bahkan terlanjur mencintai Warti dan mengajaknya menikah, pria itu terus membujuk Warti agar meninggalkan lembah hitam kehidupan yang dijalaninya. Namun Warti menolak, ia sudah kepalang basah, walau ia sebenarnya juga jatuh hati pada pria tegap itu, namun ia tak sampai hati merusak karir ketentaraan yang dijalani pria itu karena menikahi dirinya. Bukankah untuk menjadi seorang istri tentara ia harus menjalani serangkaian tes medis keperawanan, dan jelas hal itu akan membongkar belangnya sebagai seorang pelacur, karena jelas ia sama sekali sudah tidak perawan sejak bertahun-tahun yang lalu. Ia tidak sampai hati membuat malu pria yang dicintainya itu. Cinta tidak harus selalu memiliki, demikian ujarnya di antara isak tangisnya tatkala harus berpisah dari pujaan hatinya.Ada lagi pelanggan warungku yang bernama Sutanto, siang hari berprofesi sebagai satpam sebuah perusahaan ternama, dan di malam hari bermetamorfosis menjadi Tania, wanita transeksual alias waria. Sutanto hanya ingin menjadi dirinya sendiri di malam hari. Biarlah ia menjalani hidup penuh kepura-puraan di siang hari, namun yang jelas di malam hari ia ingin menjadi dirinya sendiri, melepas semua topeng kepura-puraannya. Sutanto bukanlah seorang waria pelacur.

Ia tidak selalu minta dibayar setiap kali kencan dengan pria-pria iseng yang ditemuinya. Namun bila ia diberi sejumlah uang, tentu saja ia tidak akan pernah menolak, namanya juga rejeki, demikian ujarnya. Pernah ada suatu cerita lucu, saat Sutanto sedang bermetamorfosis menjadi waria, salah satu calon teman kencannya tak lain adalah rekan seprofesinya sebagai satpam. Kontan saja tanpa ba bi bu, ia langsung ngacir. Takut ketahuan, katanya. Kalau ketahuan, kan malu, mau ditaruh di mana muka ini. Apalagi kalau sampai terdengar oleh anak istri, bisa malu tak karuan aku, demikian katanya. Dengan bermodal dandanan menor, rambut palsu dan parfum semerbak, Sutanto alias Tania tampil menjadi primadona di antara para waria, karena ia yang berparas paling cantik menurut ukuran para pria-pria iseng jalanan yang mungkin mencari selingan yang lain daripada yang lain. Di antara para pengunjung yang paling sering nongol di warungku adalah Tinus dan kawan-kawannya. Kabarnya mereka mempunyai klub mobil VW. Hampir tiap malam mereka selalu melakukan konvoi dan nongkrong di jalan-jalan utama kota ini. Kalau sudah capek baru mereka semua berbondong-bondong mampir minum kopi dan makan pisang goreng di warungku ini. Mereka sudah menjadi pelanggan setia warung ini bahkan sejak mereka masih kuliah. Kini entah apa pekerjaan mereka, namun yang jelas hampir tiap malam mereka selalu mampir ke sini dan baru pulang menjelang pukul tiga pagi. Di sini mereka ngobrol ngelantur sana-sini sambil asyik merokok, minum kopi dan makan pisang goreng dan aneka kue yang tersedia di warung kopi ini. Konon mereka adalah para pria putus asa yang berulang kali kecewa karena cinta dan bertekad bahwa tanpa cinta pun mereka bisa bertahan hidup dan menghabiskan malam penuh hura-hura bersama rekan-rekan mereka. Itulah hidup. Tak ada yang sempurna di dunia fana ini. Semuanya penuh ilusi. Tiap orang memandang bahwa orang lain lebih beruntung dari dirinya, dan tidak pernah bersyukur atas apa yang sudah ia punya. Padahal setiap orang pasti selalu mempunyai versi penderitaan yang berbeda hidup di dunia ini. Tak ada yang sempurna.Di sini, di warung kopiku, semua kedok, beban derita dan rasa kecewa diungkap dan diceritakan panjang lebar. Mungkin dengan menceritakan setiap versi penderitaan dan kekecewaan hidup kita pada orang lain, penderitaan dan beban yang terasa sesak menghimpit dada agak lebih menjadi ringan daripada sebelumnya.

Itulah keuntungan mempunyai banyak kawan untuk saling berbagi cerita dan saling menghibur satu sama lain. Hampir setiap orang pasti mempunyai penderitaan. Penderitaan itu terjadi akibat keinginan dan obsesi yang selalu dicita-citakan ternyata tidak kesampaian. Semua rasa kecewa itu mengendap menjadi rasa frustasi dan kesedihan. Hal terbaik yang bisa dilakukan tentunya adalah pasrah dan tidak terlalu menyiksa diri sendiri dengan target-target. Biarlah hidup ini mengalir dengan sendirinya. Biarlah kita menemukan takdir kita seiring dengan perjalanan waktu, tanpa harus menyiksa diri dengan keinginan dan obsesi yang muluk-muluk.